TRAUMA THORAKS
I.
Diagnosa medik: trauma thoraks
II.
Definisi :
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda
tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau
cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Brunner & Suddarth, 2002).
III. Etiologi
Penyebab dari trauma tumpul thoraks adalah
kecelakan tabrakan mobil atau terjatuh dari sepeda motor. Pasien mungkin tidak
segera mencari bantuan medis, yang selanjutnya dapat mempersulit masalah
(Brunner & Suddarth, 2002).
IV. Patofisiologi (Web of Caution)
Trauma tumpul thoraks terdiri dari fraktur iga,
flail chest, serta pneumothoraks. Trauma pada dinding dada juga menghambat
inspirasi. Individu yang mengalami fraktur tulang rangka multipel dapat
mengalami flail chest, suatu kondisi
fraktur yang menyebabkan ketidakstabilan di sebagian dinding dada, dan individu
tersebut mengalami pernapasan paru paradoksal. Pada kondisi ini, paru-paru
dibawah area yang mengalami cedera berkontraksi saat inspirasi dan menonjol
pada saat ekspirasi, sehingga menyebabkan hipoksia.
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia (
kehilangan darah ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya
ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat
kesadaran.
Web of Caution
Trauma pada thoraks
Terjadi fraktur
iga
(flail chest)
Ketidakstabilan
Pernapasan
dinding napas
paradoksal
Kerusakan Gawat Inspirasi Ekspirasi
Pernapasan napas yg berat
Dinding dada tertatik Tekanan Intrathoraks
(berkontraksi) meningkat
Jml udara yg dihirup
Segmen flail terdorong
dlm paru2 berkurang
keluar (menonjol)
Hipovolemi Merusak kemampuan pasien
Dlm
menghembuskan napas
Pola pernapasan Hipoksia Ansietas
inefektif
Penurunan tingkat
kesadaran
Resiko tinggi thd
trauma
penghentian napas
V.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang
dilakukan antara lain inspeksi jalan napas, thoraks, vena leher, pernapasan,
tanda-tanda vital, dan warna kulit. Thoraks dipalpasi terhadap nyeri tekan dan
posisi trakea. Auskultasi bunyi napas dan bunyi jantung.
VI.
Pemeriksaan Laboratorium &
Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diagnostik antara
lain rontgen dada, urinalisis, elektrolit dan osmolalitas, saturasi oksigen,
gas darah arteri, dan EKG.
VII.
Diagnosa Keperawatan
-
Pola
pernapasan inefektif b.d penurunan ekspansi paru
-
Resiko
tinggi terhadap trauma/penghentian napas
-
Ansietas
b.d ancaman kematian
VIII.
Intervensi Keperawatan
1. Pola
pernapasan inefektif b.d penurunan ekspansi paru
Intervensi
|
Rasional
|
1. Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus,
contoh kolaps spontan atau pun trauma.
2. Evaluasi fungsi pernapasan, catat
kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis, atau perubahan tanda vital.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Catat pengembangan dada.
5. Kaji pasien adanya nyeri tekan bila batuk,
napas dalam.
6. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan
meninggikan kepala tempat tidur.
7. Bila selang dada dipasang, periksa
pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
|
1. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk
pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik lain.
2. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan hipoksia/perdarahan.
3. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada
pada lobus, segmen paru,atau seluruh
area paru.
4. Pengembangan dada sama dengan ekspansi
paru.
5. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif/
mengurangi trauma.
6. Meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan ekspansi paru.
7. Mempertahankan tekanan negatif
intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekpansi paru optimum
atau drainase cairan.
|
2. Resiko tinggi terhadap trauma/penghentian
napas
Implementasi
|
Rasional
|
1. Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit
drainase dada.
2. Pasangkan kateter torak ke dinding dada
dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi
klien:
- Amankan sisi sambungan selang
- Beri bantalan pada sisi dengan kasa.
3. Amankan unit drainase pada tempat tidur
pasien dengan lalulintas yang rendah.
4. Anjurkan pasien untuk menghindari
berbaring/menarik selang.
|
1. Informasi tentang sistem bekerja
memberikan keyakinan dan menurunkan ansietas pasien.
2. Mencegah terlepasnya kateter dada dan
menurunkan nyeri/ketidaknyamanan sehubungan dengan penarikan atau
menggerakkan selang.
- Mencegah terlepasnya selang
- Melindungi kulit dari iritasi
3. Mempertahankan posisi duduk tinggi dan
menurunkan risiko kecelakaan jatuh
4. Menurunkan resiko obstruksi
drainase/terlepasnya selang.
|
3. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan
kapasitas pembawa oksigen darah.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan
bernapas.
2. Observasi warna kulit, membran mukosa, dan
kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral..
3. Awasi frekuensi jantung.
4. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi.
5. Pertahankan istirahat tidur. Dorong
menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang.
6. Tinggikan kepala dan dorong sering
mengubah posisi, napas dalam, dan batuk efektif.
|
1. Manifestasi distres pernapasan tergantung
pada indikasi derjat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2. Sianosis kuku menunukkan vasokonstriksi
atau respons tubuh terhadap demam.
3. Takikardia biasanya ada sebagai akibat
demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.
4. Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
5. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
kebutuhan oksigen.
6. Tindakan ini meningkatkan inspirasi
maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
|
4. Ansietas b.d ancaman kematian
Intervensi
|
Rasional
|
1. Identifikasi
persepsi pasien tentang ancaman yang ada dari situasi.
2. Observasi respon fisik,seperti gelisah,
tanda vital, gerakan berulang.
3. Dorong pasien/orang terdekat untuk
mengakui dan menyatakan rasa takut.
4. Identifikasi pencegahan keamanan yang
diambil, seperti marah dan suplai oksigen. Diskusikan.
|
1. Mendefinisikan lingkup masalah individu
dan mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Berguna dalam evaluasi derajat masalah
khususnya bila dibandingkan dengan pernyataan verbal.
3. Memberikan kesempatan untuk menerima
masalah, memperjelas kenyataan takut dan menurunkan ansietas.
4. Memberikan kayakinan untuk membantu
ansietas yang tak perlu.
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &
Suddarth. (2002). Keperawatan medikal
bedah. Jakarta: EGC.
Doenges. M. E.
(2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Hudak, C. M &
Barbara, M. G. (1997). Keperawatan
kritis: pendekatan holisik. Jakarta: EGC.
Medicine & Linux. (2008). Trauma tórax. Diperoleh pada
tanggal 27 Oktober 2008 dari http://medlinux.blogspot.com/2008/06/trauma-thorax.html.
Perry & potter. (2006). Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar