LAPORAN
PENDAHULUAN KEHAMILAN EKTOPIK
A. Defenisi & klasifikasi
1.
Definisi
Kehamilan
ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/nidasi/melekatnya buah
kehamilan diluar tempat yang normal, yakni diluar rongga rahim. Sedangkan yang
disebut sebagi kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba isi.
2. Klasifikasi
Sarwono
Prawirohardjo dan Cuningham masing – masing dalam bukunya mengklasifikasikan
kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain (1,5):
1.
Tuba Fallopi
a).
Pars-nterstisialis
b).
Ishtmus
c). Ampula
d).
Infundibulum
e).
Fimbrae
2.
Uterus
a).
Kanalis servikalis
b).
Divertikulum
c).
Kornu
d).
Tanduk rudimenter
3.
Ovarium
4.
Intraligamenter
5.
Abdominal
a).
Primer
b).
Sekunder
c).
Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
B. Etiologi
Estiologi
kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebanya
tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahn sel telur dibagian
ampula tuba, dan dalam perjalanan ke uterus, telur mengalami hambatan sehingga
pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah. Faktor –
faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut :
1. Faktor
dalam lumen tub
·
Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan
endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
·
Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan
berkelok – kelok dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
·
Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak
sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.
2. Faktor
pada dinding tuba
·
Endometriosis tuba dapat mempengaruhi implantasi
telur yang dibuahi dalam tuba
·
Divertikel tuba congenital atau ostium
assesorius tubae dapat menahan telur yang telah dibuahi.
3. Faktor
di luar dinding tuba
-
Perlekatan
peritbal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan sel
telur.
-
Tumor yang menekan dinding tuba dapat
menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor
lain
-
Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium
kanan ke tuba kiri atau sebaliknya, dapat memperpanjang perjalanan sel telur yang
telah dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan
implanttasi premature
-
Fertilisasi in vitro
C. Manifestasi Klinis
Gabaran
klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya. Tanda dan
gejalanya sangat bervariasi tergantung ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut.
Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain :
1. Keluhan
gastrointestinal, keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan
ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman
menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening.
Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat
kecepatan perdarahannya disamping keterlambatan diagnosis.
2. Nyeri
tekan abdomen dan pelvis, nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan
pemeriksaan, khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari
tiga perempat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur,
tetapi kadang – kadang tidak terlihat sebelum rupture terjadi.
3.
Amenore,
riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu
sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim pada
kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan
tanggal haid terakhir yang keliru.
4.
Spotting
atau perdarahan vaginal, selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan,
perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa terus akan mengalami perdarahan. Perdarahan
tersebut biasanya sedikit – sedikit, berwarna coklat gelap dan dapat terputus –
putus dan terus – menerus.
5.
Perubahan
Uterus, uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh
massa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum terisi
darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan
oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10%
pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang
serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
6.
Tekanan
darah dan denyut nadi, reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan
perubahan pada denhyut nadi dan tekanan darah., atau reaksinya kadang - kadang
sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah
yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi
serta hipotensi.
7.
Hipovolemi,
penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk
merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adaya penurunan volume darah
yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut baru mungkin terjadi setelah timbul
hipovolemi yang serius.
8.
Suhu
tubuh, setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa
adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk
membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami rupture dengan salpingitis
akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 380C.
9. Masa Pelvis, masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien.
Masa tersebut mempunyai ukuran, konsentrasi serta posisi yang bervariasi.
Biasanya masa ini berukuran 5 – 15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan
tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa
tersebut dapat teraba keras. Hampir
selalu masa pelvis ditemukan disebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan
nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam
tindakan palpsi.
10.
Hemotokel pelvic, pada kehamilan tuba, kerusakan
dinding tuba yang terjadi bertahap akan diikuti oleh perembesan darah secara
perlahan – lahan kedalam lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala
perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda,
namun darah yang terus merembes akan terkumpul dalam panggul, kurang lebih
terbungkus denga adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.
D. Pemeriksaan penunjang
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu
diagnsosi kehamilan ektopik :
1. HCG-β
Pengukuran
subunit beta dari HCG (Human Chorionic Gonadotropin-Beta) merupakan tes
laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan
antara kehamilan intrauterine dengan kehamilan ektopik
2. Kuldosintesis
Tindakan
kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya yang
diisap berwarna hitam (darah tua) biarpun sedikit, membuktikan adanya darah di
kavum Douglasi
3. Dilatasi
dan Kuretase
Biasanya
kuretase dilakukan setelah amenore terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa
menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi
hanya digunakan sebagi alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil – hasil
penilaian prosedur diagnotik lain untuk kehamilan ektopik terganngu meragukan. Namun beberpa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk
terapi.
5. Ultrasonografi
Keunggulan
cara pemeriksaan ini terhadap laporaskopi ialah tidak invasive, artinya tidak
perlu memasukkan rongga kedalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong
atau berisi, tebal endometrium, adanya massa
dikanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas
berisi cairan.
6. Tes
Oksitosin
Pemberian
oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya kehamilan
ektopik lanjut. Dengan pemerikasaan bimanual, diluar kantong janin dapat diraba
suatu tumor.
7. Foto
Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada
dalam letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian- bagian janin menutupi
vertebra ibu.
8. Histerosalpingografi
9.
Memberikan
gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin diluar
uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganggu
sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance
Imagine). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan
vagina abnormal, dan amenore.
E.
Diagnosa
Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri
akut b.d ruptur tuba fallopi
2. Kekurangan
volume cairan b.d ruptur kehamilan ektopik
3.
Proses
berduka berhubungan dengan kehilangan kehamilan
4. Resiko
infeksi b.d perdarahan dan luka insisi.
1. Nyeri
akut b.d ruptur tuba fallopi
Tujuan
: klien dapat melaporkan pengurangan atau ketiadaan nyeri
KH : -
klien mengungkapkan mengurangi nyeri
- klien mendemonstrasikan
aktivitas distraksi
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji rasa nyeri klien, meliputi sifat, lokasi, dan durasi
|
Membentu menentukan diagnose dan memilih tindakan. Ruptur kehamilan
ektopik mengakibatkan nyeri hebat, hemoragi diakibatkan rupture tuba fallopi
kedalam abdomen.
|
Kaji respon emosional
klien
|
Ansietas dapat memperberat nyeri karena sindrom ketengangan takut nyeri
|
Beri lingkungan yang nyaman dan tenang, serta ajarkan aktivitas untuk
mengalihkan rasa nyeri dengan menggunakan metode relaksasi (napas dalam,
visualisasi,dan distrkasi)
|
Dapat membentu
menurunkan tingkat ansietas dan mereduksi rasa ketidaknyamanan nyeri
|
Kalaborasi
Berikan analgetik seperti sedativf atau opioid
|
Analgetik bersifat sebagai pain killer sehingga dapat meningkatkan
kenyamanan
|
Siapkan prosedur bedah bila diindikasikan
|
Tindakan invasive untuk memperbaiki kerusakan/rupture/tuba fallopi akan
menghilangkan nyeri
|
2. Kekurangan
volume cairan b.d ruptur kehamilan ektopik
Tujuan : kondisi klien menunjukkan kestabilan/perbaikan
keseimbangan cairan
KH : - pendarahan
teratasi dalam 2 jam (ditandai dengan tidak adanya pendarahan berhenti,
capillary refill ≤5 detik, akral tidak dingin, kulit normal, tidak biru atau
pucat, kesadaran kompos mentis, nadi normal tidak lebih dari 100 atau kurang
dari 60
- klien menunjukkan gejala syok heamoragik dalam 4 jam
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi, catat dan laporkan jumlah serta sifat kehilangan darah
|
Perkiraan kehilangan darah dapat membantu menegakkan diagnosa
|
Lakukan tirah baring. Instruksikan klien untuk menghindari calsava
maneuver dan coitus
|
Pendarahan dapat berhenti dengan mengurangi aktivitas. Peningkatan
tekanan abdomen atau argasme dapat merangsang pendarahan.
|
Posisikan klien
telentang dengan panggul ditinggikan
|
Menjamin keadekuatan
darah yang tersedia, peninggian panggul menghindari kompresi vena kava
inferior
|
Catat TTV, capillary
refill, warna kulit dan suhu tubuh
|
Membantu menentukan
beranya kehilangan darah dan memantau syok serta memantau keadekuatan
pergantian cairan
|
3. Proses
berduka b.d kehilangan kehamilan
Tujuan
: klien menunjukkan proses berduka adaptif
KH : -
klien mampu menceritakan perasaan berdukanya kepada perawat
Intervensi
|
Rasional
|
Diskusi situasi dan
pemahaman tentang kondisi kesehatan dengan klien dan pasangan
|
Memberikan informasi
tentang reaksi individu terhadap masalah kesehatan yang dihadapi
|
Pantau respon verbal dan nonverbal klien dan pasangan
|
Memberikan informasi tingkat rasa takut yang sedang dialami klien dan
pasangan
|
Dengan keluhan klien
secara aktif
|
Meningkatkan rasa
control terhadap situasi dan memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengembangkan solusi sendiri
|
Berikan informasi
secara verbal dan tertulis, beri kesempatan klien untuk bertanya. Jawab
pertanyaan klien dengan jujur
|
Pengetahuan akan
membantu klien mengatasi situasi yang dihadapinya dengan efektif
|
4. Resiko
infeksi b.d pendarahan dan luka insisi
Tujuan
: infeksi tidak terjadi
KH : - klien tidak demam, suhu turun
- Klien
mengatakan tidk lemas
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji dan pantau
TTV terutama suhu
|
Dasar
dalam melakukan tindakan
|
Kaji tanda – tanda infeksi
|
Antisipasi terjadinya infeksi dan intervensi yang benar
|
Kaji derajat luka,
daerah luka, cairan yang diluka
|
Menentukan
intervensi yang tepat
|
Lakukan perawatan
luka dengan benar 2 kali sehari
|
Perawatan luka
dapat mencegah infeksi
|
Diargnosa1
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf
akibat penyempitan kanalis servikal oleh mioma.
Tujuan:
Klien
dapat mengontrol nyerinya
Kriteria
hasil :
-
mampu mengidentifikasi cara mengurangi nyeri,
-
mengungkapkan keinginan untuk mengontrol
nyerinya.
Intervensi dan Rasional
1.
Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Rasional:
Memudahkan tindakan keperawatan
2.
Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi nyeri
Rasional:
Meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
3.
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional:
Meningkatkan kenyamanan klien
4.
Anjurkan untuk menggunakan kompres hangat
Rasional:
Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien
5.
Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional: Mengurangi nyeri
Diargnosa 2.
Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan
dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya,
gangguan sensorik / motorik.
Tujuan:
Pola
eliminasi urine ibu kembali normal
Kriteria hasil:
-
ibu memahami terjadinya retensi urine
-
bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi atau
menghilangkan retensi urine.
Intervensi
dan Rasional
1. Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine
Rasional:
Melihat perubahan pola eliminasi klien
1. Lakukan palpasi pada kandung kemih,
observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa
nyeri.
Rasional: Menentukan
tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
3. Anjurkan klien untuk
merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi,
mengalirkan air keran.
Rasioanal:
Mencegah terjadinya retensi urine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar