ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GAGAL JANTUNG JANTUNG KORONER
I.
Definisi
Gagal jantung sering disebut dengan
gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.Istilah
gagal jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri
dan kanan ( Brunner & Suddarth, 2002)
II.
Etiologi :
Ada beberapa etiologi / penyebab dari gagal
jantung :
1)
Kelainan Otot Jantung
Menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung
2)
Aterosklerosis Koroner.
Menyebabkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah keotot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis ( akibat penumpukan asam laktat)
3)
Hipertensi Sistemik Atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung
4) Peradangan Dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5)
Penyakit jantung lain
Gagal dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat
mencangkup gangguan aliran darah melalui jantung, ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah.
6)
Faktor Sisitemik
Terdapat sejumlah faktor yang
berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal ginjal. Meningkatnya laju
metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
IV. Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah
pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat
keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami
stress fisiologis
Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan :
1.
Prelood (bebab awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2.
Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan serabut
jantung.
3.
Afterlood (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri.
Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu / lebih
dari keadaan diatas terganggu, menyebabkan curah jantung menurun, meliputi
keadaan yang menyebabkan prelood meningkat contoh regurgitasi oarta, cacat
septum ventrikel.
Menyebabkan afterlood meningkat yaitu pada keadaan stenosis oarta dan
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada Infark
miokardium dan kelainan otot jantung.
Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi
menurunnya kemampuan kontraktilitas
jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap kontriksi menurun dan
menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh.
Apabila suplai darah kurang keginjal akan mempengaruhi mekanisme pelepasan
renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II mengakibatkan
terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air,
perubahan tersebut meningkatkan cairan ektra-intravaskuler sehingga terjadi
ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan
selanjutnya terjadi edema. Edema
perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstial. Proses ini
timbul masalah seperti nokturia dimana berkurangnya vasokontriksi
ginjal pada waktu istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorpsi pada
waktu berbaring. Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan asites, dimana asites dapat menimbulkan gejala-gejala
gastrointestinal seperti mual, muntah,
anoreksia.
Apabila suplai darah tidak lancar diparu-paru (darah
tidak masuk kejantung), menyebabkan penimbunan cairan diparu-paru yang dapat
menurunkan pertukaran O2 dan Co2 antara udara dan darah
diparu-paru . sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningakatan
CO2, yang akan membentuk asam didalam tubuh. Situasi ini akan
memberikan suatu gejala sesak napas (dyspnea),
ortopnea (dyspnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari
ektrimitas meningkatkan aliran balik vena kejantung dan paru-paru.
Apabila terjadi pembesaran vena dihepar mengakibatkan hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran
kanan.Suplai darah yang kurang didaerah otot dan kulit, menyebabkan kulit
menjadi pucat dan dingin serta timbul
gejala letih, lemah, lesu (Brunner
& Suddarth, 2002 ).
V. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya
volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena
yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan.
Kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan,
tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel
mana yang terjadi.
- Gagal jantung kiri, manifestasi klinisnya :
-
Dispnea
-
Ortopnea
(kesulitan bernapas saat berbaring)
-
Sianosis
-
Kegelisahan dan kecemasan
-
Mudah lelah
- Gagal jantung kanan
-
Edema ektrimitas bawah
-
Peningkatan berat-badan
-
Hepatomegali
-
Asietas, Anoreksia dan mual, Nokturia
VI. KOMPLIKASI
- Syok Kardigenik
- Episode Tromboemboli karena penbentukan bekuan vena karena stasis darah.
- Efusi dan Tamponade Perikardium (Smeltzer & Bare, 2002)
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
EKG :
Hipertropi atrial, iskemia, infark.
Sonogram Ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran
bilik perubahan dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas
ventrikel.
Sken Jantung : Tindakan
penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
Rongen dada : Adanya pembesaran jantung
Enzym hepar : Meningkat dalam gagal jantung /
kongesti
Elektrolit : Kemungkinan berubah karena perpindahan
cairan, penurunan fungsi ginjal
Oksimetri
Nadi : Kemungkinan situais oksigen
rendah
AGD : Gagal ventrikel kiri
ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2
Albumin : Mungkin menurun sebagai akbat
penurunan masukan protein
Menurut New York Heart
Assosiation ( NYHA ) membuat klasifikasi fungsional CHF dalam 4 kelas yaitu :
·
Kelas
I : Bila pasien dapat melakukan
aktifitas berat tanpa keluhan.
·
Kelas
II : Bila pasien tidak dapat melakukan
aktifitas lebih berat
dari aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
·
Kelas
III : Bila pasien tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan.
·
Kelas
IV : Bila pasien sama sekali
tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring.
Penatalaksanaan
Kelas I : Non Farmakologi, meliputi diet
rendah garam, batasi cairan,
menurunkan berat badan,
menghindari alcohol dan rokok, aktifitas fisik, manajemen stress.
Kelas II,III :
Terapi pengobatan, meliputi : diuretic, vasodilator, ace inhibator,
digitalis, dopamineroik, oksigen
Kelas IV : Kombinasi diuretic, digitalis, ACE inhibator,
seumur hidup.
VI.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahahan kontraktilitas, perubahan struktual (kelainan katup,aneurisme ventrikular).
- Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelalahan dan dispnue akibat turunnya curah jantung.
- Kelebihan volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler paru, contoh pengumpalan cairan didalam area interstial/alveoli.
- Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema, penurunan perfusi jaringan.
VII. INTERVENSI KEPERAWATAN
- Curah jantung menurun b.d Perubahan kontraktilitas miokardial atau perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi jantung, perubahan struktural. (mis: kelainan katup, aneurisma ventrikel)
Tujuan : setalah dilakukan
tindakan keperawatan, klien menunjukkan adanya penurunan curah jantung.
Kriteria Hasil:
-
Frekuensi jantung meningkat
-
Status Hemodinamik stabil
-
Haluaran Urin adekuat
-
Tidak terjadi dispnu
-
Akral Hangat
Intervensi
1. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi,
irama jantung.
Rasional : Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas jantung.
Rasional : Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas jantung.
2. Catat
bunyi jantung.
Rasional : S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa S3 sebagai aliran ke dalam serambi yaitu distensi. S4 menunjukkan inkopetensi atau stenosis katup.
Rasional : S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa S3 sebagai aliran ke dalam serambi yaitu distensi. S4 menunjukkan inkopetensi atau stenosis katup.
3. Palpasi
nadi perifer.
Rasional : Untuk
mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan
jantung.
4. Pantau
tekanan darah.
Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
5. Pantau keluaran urine, catat penurunan
keluaran, dan kepekatan atau konsentrasi urine.
Rasional : Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.
Rasional : Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.
6. Kaji perubahan pada sensori contoh:
letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
7. Berikan istirahat semi recumbent
(semi-fowler) pada tempat tidur.
Rasional : Memperbaiki insufisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen dan penurunan venous return.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi,
oksigen, obat jantung, obat diuretic dan cairan.
Rasional : Membantu dalam proses kimia dalam tubuh.
Rasional : Membantu dalam proses kimia dalam tubuh.
·
Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan, kelelahan,
perubahan tanda vital, adanya dysritmia, dyspnea, pucat, berkeringat.
Tujuan dan kriteria hasil:
-
Klien
akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
-
Memenuhi
perawatan diri sendiri
-
Mencapai
peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya
kelemahan dan kelelahan
Intervensi:
1. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah
aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretic
.Rasional : Hipotensi
ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap
aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
Rasional : Penurunan atau
ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas
dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung.
3. Kaji penyebab kelemahan contoh pengobatan,
nyeri, obat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker, traquilizer, sedative), nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker, traquilizer, sedative), nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan
peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan
diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas dengan istirahat
Rasional : Pemenuhan kebutuhan
perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard.
6. Implementasikan program rehabilitasi
jantung atau aktivitas.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarai kerja jantung atau konsumsi oksigen berlebih. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, : bila disfungsi jantung tidak dapat baik kembali.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarai kerja jantung atau konsumsi oksigen berlebih. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, : bila disfungsi jantung tidak dapat baik kembali.
·
Kelebihan
volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air.
Intervensi
1. Pantau keluaran urin, catat jumlah dan
warna saat hari dimana diuresis terjadi
Rasional : Keluaran urin
mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama sehari) karena penurunan perfusi
ginjal
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba atau berlebih (hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba atau berlebih (hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada
3. Berikan posisi kaki lebih tinggi dari
kepala.
Rasional : Pembentukan edema,
sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisidan imobilisasi dan tirah baring
yang lama
4. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan
dan atau bunyi napas tambahan contoh krekels, mengi atau batuk.
5. Kelebihan cairan sering menimbulkan kongersti
paru.
Rasional :
Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri akut.
6. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi
kecil dan sering.
Rasional : Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif.
Rasional : Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi diuetik, cairan dan elektrolit.
Rasional : Diuretic meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi.
Rasional : Diuretic meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi.
8. kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Perlu memberikan
diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.
·
Pertukaran
gas, kerusakan, resiko tinggi b.d Perubahan membrane kapiler-alveolus, contoh
pengumpulan atau perpindahan cairan ke dalam area interstitial ataualveoli.
Intervensi:
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi napas, catat krekels.
Rasional : Menyatakan adanya
kongesti paru atau pengumpulan secret
2. Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas
dalam
Rasional :
Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen
3. Dorong perubahan posisi
Rasional :
Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan tirah baring 20-300 posisi
semi fowler.
Rasional : Menurunkan konsumsi
oksigen atau kebutuhan dan meningkatkan inspaksi paru maksimal
5. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi o2
dan laksanakan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan
konsentrasi oksigen alveolar yang dapat memperbaiki atau menurunkan hipoksia
jaringan.
6. Laksanakan program dokter dalam pemberian
obat seperti diuretic dan bronkodilator.
Rasional : Menurunkan kongestif alveolar, meningkatkan pertukaran gas, meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongestif paru.
Rasional : Menurunkan kongestif alveolar, meningkatkan pertukaran gas, meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongestif paru.
·
Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema, penurunan perfusijaringan.
Intervensi:
Intervensi:
- Lihat kulit catat penonjolan tulang. Lihat adanya edema, area sirkulasinya terganggua atau pigmentasi atau kegemukan.
Rasional : Kerana gangguan
sirkulasi perifer kulit beresiko imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
- Pijat area kemerahan
Rasional :
Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
- Sering rubah posisi di tempat tidur atau kursi. Bantu lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki
sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
- Sering berikan perawatan kulit, meminimalkan kelembaban
Rasional : Kulit terlalu
kering dan lembab dapat merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
- Periksa sepatu atau sandal yang kesempitan, ubah sesuai kebutuhan
Rasional : Sepatu terlalu
sempit dapat menyebabkan edema dependen., meningkatkan resiko tertekan dan
kerusakan kulit pada kaki.
- Hindarai obat intramuscular.
Rasional : Edema interstitial
dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk
kerusakan kulit atau terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2000). Buku saku: Diagnosa keperawatan. Jakarta.
EGC.
Doenges, M.E, Moorhouse, M.F.,
& Geissler, A.C. (1999). Rencana
asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta. EGC.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol 2.
Jakarta:EGC.
mengapa pada penderita jantung koroner mengalami intoleransi aktivitas???
BalasHapus