LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN VERTIGO
I.
DIAGNOSA MEDIK
VERTIGO
II.
DEFINISI
Vertigo adalah
gejala klasik yang dialami ketika terjadi disfungsi yang cukup cepat dan
asimetris system vestibuler perifer (telinga dalam) (Smeltzer & Bare,
2002).
Vertigo adalah
sensasi berputar atau berpusing yang merupakan suatu gejala, penderita
merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak memutar atau bergerak
naik-turun karena gangguan pada sistem keseimbangan (Arsyad soepardi efiaty dan Nurbaiti, 2002).
III.
ETIOLOGI
Vertigo
merupakan suatu gejala, penyebabnya antara lain akibat kecelakaan, stres,
gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak
aliran darah ke otak, dll. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan
keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam.
Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo
bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Penyebab umum
dari vertigo:
- Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
- Obat-obatan : alkohol.
- Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo (jenis vertio yang menyerang dalam waktu yang singkat tetapi bisa cukup berat yang terjadi secara berulang-ulang. Vertigo ini muncul setelah terserang infeksi virus atau adanya peradangan dan kerusakan di daerah telinga tengah. Saat menggerakkan kepala/ menoleh secara tiba-tiba maka gejalanya akan muncul), infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere, peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
- Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau keduanya.
- Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri vertebral dan arteri basiler.
IV.
PATOFISIOLOGI
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan
informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang
terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang
secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain
yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan
nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan
vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh
akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor
vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik. Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat
integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan
sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa
penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di
samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan
sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam
kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh
atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya
muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian
otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa
nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.
V.
MANIFESTASI
KLINIS
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai
gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat,
nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah,
puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata
merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
VI.
PEMERIKSAAN
FISIK
1. Pemeriksaan mata
2. Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh. Test
pendegaran bisa menetukan adanya kelainan telinga yang mempengaruhi
keseimbangan dan pendengaran. Untuk menguji keseimbangan pasien diminta untuk
berdiri dan kemudian berjalan dalam satu garis lurus, awalnya dengan mata
terbuka kemudian dengan mata tertutup.
3. Pemeriksaan neurologik
4. Pemeriksaan otologik
5. Pemeriksaan fisik umum
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan
kelainan tulang atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa
diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang.
Sedangkan kalau di duga terjadi penurunan aliran darah ke otak, maka di lakukan
pemeriksaan angiogram, untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah yang
menuju ke otak
VIII. PENATALAKSANAAN
Langkah-langkah untuk meringankan atau mencegah gejala
vertigo:
- Tarik napas dalam-dalam dan pejamkan mata
- Tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi
- Buka mata pelan-pelan, miringkan badan atau kepala ke kiri dan ke kanan
- Bangun secara perlahan dan duduk dulu sebelum beranjak dari tempat tidur
- Hindari posisi membungkuk bila mengangkat barang
- Gerakkan kepala secara hati-hati
IX.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri (akut/kronis)
berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf,
vasospressor, peningkatan intrakranial.
2. Risiko defisit volume cairan berhubungan
dengan meningkatnya haluran cairan, perubahan pemasukan, dan obat-obatan
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan
perubahan mobilitas karena gangguan cara berjalan
4. Koping individual tak efektif berhubungan
dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan
beban kerja.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya
informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. (2000). Rencana
asuhan keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Price, S.A., & Wilson,
L.M. (2006). Patifisiologi: Konsep klinis
proses-proses penyakit.Vol.2. Jakarta: EGC.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem, Ed:
2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C., & Bare,
B.G. (2002). Buku ajar keperawatan
medical-bedah Brunner & Suddarth, vol:3. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar