http://yandrifauzan.blogspot.com/
ASKEP DENGAN FRAKTUR
MANDIBULA
I.
Diagnosa medik:
Fraktur
Mendibula
II.
Definisi:
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner
& Suddarth, 2001). Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak
teratur dan merupakan satu-satunya tulang kepala yang dapat bergerak
(Watson,2002). Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula
yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
III. Etiologi:
1. Trauma langsung: benturan pada tulang
mengakibatkan fraktur ditempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung: tulang dapat
mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area benturan.
3.
Fraktur
patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma. Contoh
fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor
tulang.
IV.
Jenis-jenis fraktur:
1. Fraktur tertutup, merupakan fraktur tidak
menyebabkan robek pada kulit
2. Fraktur terbuka, merupakan dengan luka
pada kulit atau robek dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit
3. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh
garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
4. Fraktur tidak komplit, patah hanya terjadi
pada sebagian dari garis tengah tulang
V.
Patofisiologi (Web of Caution)
Ketika patah tulang, akan terjadi
kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat
dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan
sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi
tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya
respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh
mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini
menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang
pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang
mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot
yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema, sehingga mengakibatkan pembuluh darah
menyempit dan terjadi penurunan perfusi jaringan
VI.
Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri pada lokasi frkatur
terutama pada saat digerakan
b. Adanya pembengkakan
c. Pemendekan ekstrmitas yang
sakit
d. Paralisis (kehilangan daya
gerak)
e. Krepitasi (sensasi keripik
yang ditimbulkan bila mempalpasi patahan-patahan tulang
f.
Spasme otot
g. Peretesia (penurunan sensasi)
VII. Pemeriksaan
Laboratorium/Diagnostik/Penunjang:
- Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
- Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
- Pemeriksaan darah lengkap: Hb menurun terutama fraktur terbuka, peningkatan leukosit adalah respon stres normal setelah trauma.
VIII. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d pergeseran
fragmen tulang terhadap jaringan lunak
2. Resiko tinggi inefektifnya
bersihan jalan nafas b.d trauma pada jaringan lunak
3. Kerusakan komunikasi verbal b.d
nyeri
IX.
Intervensi Keperawatan dan Rasional
1. Gangguan rasa nyama: nyeri (akut)
b.d pergeseran fragmen tulang terhadap jaringan lunak
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam nyeri dapat berkurang atau terkontrol.
Kriteria
hasil : a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Skala nyeri 1
c. Klien menunjukkan sikap santai
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
lokasi nyeri, itensitas dan tipe nyeri
2. Pertahankan imobilisasi fraktur wajah
dengan alat yang tepat
3. lakukan rentang gerak pasif/ aktif untuk
ekstremitas/ sendi
4. Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi
napas dalam
5. Berikan waktu untuk ekspresikan
perasaan, dalam tingkat kemampuan berkomunikasi
Kolaborasi
Berikan analgetik sesuai indikasi
dengan dokter, pemberian analgetik
|
1. Mempengaruhi pilihan keefektifan
intervensi
2. Mempertahankan posisi yang tepatndan
mencegah stres yang tak diperlukan pada dukungan otot
3. menurunkan ketidaknyamanan dan kekakuan,
merangsang sirkulasi yang melambat sehubungan dengan tirah baring
4. Dengan tehnik relaksasi dapat mengurangi
nyeri
5. ekspresikan masalah/ rasa takut
menurunkan ansietas/ siklus nyeri
Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
|
2. Resiko tinggi inefektifnya
bersihan jalan nafas b.d trauma pada jaringan lunak
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam resiko inefektif bersihan jalan nafas tidak terjadi
Kriteria
hasil: a. Pola nafas normal
b. Bunyi nafas jelas dan tidak bising
c. Mendemonstrasikan perilaku untuk meningkatkan
jalan napas paten
Intervensi
|
Rasional
|
1. Tinggikan tempat tidur 30 derajat
2. Observasi frekuensi/ irama pernafasan.
Perhatikan penggunaan otot aksesori, pernafasan cuoing hidung, stridor, serak
3. Periksa mulut terhadap pembengkakan,
perubahan warna, akumulasi sekret mulut atau darah
4. Perhatikan keluhan pasien akan
peningkatan disfagia, batuk nada tinggi, mengi
5. Awasi TTV dan perubahan mental
6. Auskultasi bising usus
7. Kaji warna dasar kuku
Kolaborasi
Berikan antiemetik sesuai indikasi
|
1. Meningkatkan drainase sekresi dan
menurunkan terjadinya edema
2. Dapat mengindikasikan terjadinya gagal
pernafasan
3. Pemeriksaan hati-hati diperlukan karena
mungkin adanya perdarahan
4. Menindikasikan pembengkakan jaringan
lunak pada faring posterior
5. Takikardi/ peningkatan gelisah dapat
mengindikasikan terjadinya hipoksia
6. Adanya mengi/ ronki menunjukan sekret
tertahan
7. Menentukan keadekuatan oksigenasi
Mencegah terjadinya muntah dan aspirasi
|
3. Kerusakan komunikasi verbal b.d
nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat berkomunikasi dengan baik
Kriteria
hasil : pasien akan menetapkan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan
Intervensi
|
Rasional
|
|
1. Tipe cedera/ situasi individual akan
menentukan kebuthan yang memerlukan bantuan
2. Memampukan pasien untuk
mengkomunikasikan kebutuhan atau masalah
3. Batasi frusteasi dan kelelahan yang
dapat terjadi pada percakapan lama
4. Menurunkan ansietas dan perasaan tidak
berdaya
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,M. A., Moorhouse, M. F.,&
Geissler, A.C (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Z. C,& Brenda, G. B .( 2001
) Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Edisi 8, vol 3. Jakarta: EGC
Rerves, C. J., Roux, G.,& Lockhart, R
.( 2001). keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, R. (2002). Anatomi dan
fisiologi: untuk perawat. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar