Selasa, 22 Maret 2011

Minggu, 20 Maret 2011

Ca. OVARIUM

http://yandrifauzan.blogspot.com/

LAPORAN PENDAHULUAN Ca. OVARIUM
 DENGAN POST OPERASI


A.     DEFENISI
Kanker Ovarium atau Kanker Indung Telur adalah kanker tersering kedua dari seluruh tumor ganas ginekologi dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari seluruh kematian akibat kanker ginekologi. Penderita umumnya di diagnosis terlambat, karena belum adanya metode deteksi dini yang akurat untuk kanker ovarium ini, sehingga hanya 25 – 30% saja yang terdiagnosis pada stadium awal.
Kanker ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang beranekaragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, entodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam. Oleh karena itu histiogenesis maupun klasifikasinya masih sering menjadi perdebatan. Kira-kira 60% terdapat pada usia perimenopausal, 30% dalam masa reproduksi, dan 10% pada usia jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak pasti ganas (borderline malignancy atau carcinoma of low malignant potential) dan yang jelas ganas (malignant).
Kanker ovarium adalah kista ovarium yang bersifat ganas.

B.     ETIOLOGI
Studi epidemiologik menyatakan beberapa faktor resiko yang penting sebagai penyebab kanker ovarium adalah wanita nullipara, melahirkan pertama kali pada usia diatas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat ovarium, kanker payudara atau kanker kolon. Sedangkan wanita dengan riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia dibawah 25 tahun, penggunaan pil kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak 30 – 60%. Faktor lingkungan seperti penggunaan talk, konsumsi galaktose dan sterilisasi ternyata tidak mempunyai dampak terhadap perkembangan penyakit ini.



C.     PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.

D.     MANIFESTASI KLINIS
Kanker ovarium sebagian besar berbentuk tumor kistik ( kista ovarium ) dan sebagian kecil berbentuk tumor padat. Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulkan gejala dalam waktu yang lama. Bila gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik pada stadium awal dapat berupa gangguan haid. Jika tumor sudah menekan rektum atau kandung kemih mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat juga terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan atau nyeri pada saat bersenggama. Pada stadium lanjut gejala yang terjadi berhubungan dengan adanya asites ( penimbunan cairan dalam rongga perut ) penyebaran ke omentum ( lemak perut ) dan organ-organ didalam rongga perut lainnya seperti usus-usus dan hati seperti perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, gangguan buang air besar dan buang air kecil. Penumpukan cairan bisa juga terjadi pada rongga dada akibat penyebaran penyakit ke rongga dada yang mengakibatkan penderita sangat merasa sesak nafas.

E.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebagian besar dari kanker ovarium bermula dari suatu kista, maka apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium) kewaspadaan terhadap kista yang bersifat ganas dilakukan pada keadaan :
1.Kista cepat membesar
2.Kista pada usia remaja atau pasca menopause
3.Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4.Kista dengan bagian padat
5.Tumor pada ovarium
Bila ditemukan sifat kista seperti tersebut diatas, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memperkuat dugaan kearah kanker ovarium seperti tindakan USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah dan bahkan mungkin diperlukan pemeriksaan CT-Scan / MRI. Pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca 72-4, beta – HCG dan alfafetoprotein. Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi. Prosedur operasi pada pasien yang tersangka kanker ovarium sangat berbeda dengan kista ovarium biasa. Hal terpenting pada operasi pasien yang tersangka kanker ovarium adalah semaksimal mungkin berusaha agar kista tersebut keluar secara utuh, kemudian dilakukan pemeriksaan ke laboratorium Patologi Anatomik (pemeriksaan potong beku). Apabila hasil pemeriksaan potong beku bukan suatu kanker, maka operasi selesai. Sebaliknya bila hasil pemeriksaan potong beku adalah kanker ovarium maka operasi dilanjutkan dengan mengangkat rahim, ovarium sisi lain, usus buntu, omentum, melakukan biopsi  pada tempat yang dicurigai adanya penjalaran kanker di rongga perut dan melakukan pengambilan kelenjar getah bening di panggul. Tindakan yang komplek ini disebut sebagai ”Staging lapstotomy” yang bertujuan untuk menentukan stadium penyakit sehingga dapat ditentukan rencana pengobatan selanjutnya setelah operasi. Pada pasien yang belum mempunyai keturunan atau masih menginginkan keturunan masih bisa dipertimbangkan untuk tidak mengangkat rahim dan ovarium sisi lain. Perlu juga diketahui bahwa akurasi dari hasil pemeriksaan potong beku tersebut hanya berkisar anatar 90-95%, sehingga diagnosis dari kanker ovarium baru diketahui setelah pemeriksaan Patologi Anatomik yang definitif. Hal ini menyebabkan pada beberapa pasien dengan hasil potong beku menyatakan bukan kanker ovarium, terpaksa dilakukan operasi ” Staging laparotomy ”

F.      PENATALAKSANAAN
      Pengobatan ovarium tergantung dari stadiumnya dan stadium kanker ovarium baru bisa ditentukan setelah dilakukan operasi ( ”Staging Laparotomy” ). Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja ( stadium  1-A dan I-B dengan derajat diferensiasi sel yang baik/ sedang ) yang tidak memerlukan lebih dari satu jenis kemoterapi (kombinasi) untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik. Kemoterapi umumnya diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 – 4 minggu sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efek samping kemoterapi secara berkala terhdap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.




G.     PENATALAKSANAAN POST OPERASI
a.      Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.
1.  Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
a.            Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50mg.
b.           Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.
c.           Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
2.  Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
3.  Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
4.  Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
5.  Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6.  Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7.  Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8.  Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
9.  Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain (Cunningham, 1995).

H.     ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
  1. Data pasien :Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
  2. Keluhan utama
  3. Riwayat penyakit sekarang : Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
  4. Riwayat penyakit sebelumnya :Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang menderita kanker.
  5. Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
  6. Riwayat kebidanan: paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang
  7. Pemeriksaan penunjang: Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.

2.      Diagnosa keperawatan
  1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d luka post operasi
  2. Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia, mual muntah
  3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian, ancaman atau perubahan pada status kesehatan / sosioekonomi, fungsi peran, pola interaksi, kuranganya informasi mengenai penyakitnya dan prosedur pemeriksaan
  4. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan.
e.       Kurang pengetahuan : mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya informasi




3.      Intervensi keperawatan
No.
Dx. Kep
Tujuan
Intervensi
Rasional
1












2













3
Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d luka post operasi
















Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia, mual muntah














Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian, ancaman atau perubahan pada status kesehatan / sosioekonomi, fungsi peran, pola interaksi, kuranganya informasi mengenai penyakitnya dan prosedur pemeriksaan

Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
Kriteria hasil :
§         Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
§         Intensitas nyeri berkurangnya
§         Ekpresi muka dan tubuh rileks



Setelah dilakukan tindakan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
Kriteria hasil :
§         Tidak terjadi penurunan berat badan
§         Porsi makan yang disediakan habis.
§         Keluhan mual dan muntah kurang









Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami dan cemas berkurang
Kriteria hasil :
§         Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
§         Intensitas nyeri berkurangnya
§         Ekpresi muka dan tubuh rileks
§         Kaji derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri


§         Observasi TTV
§         Ajarkan teknik relasasi dan distraksi




§         Berikan posisi yang nyaman
§         Ciptakan lingkungan yang nyaman
§         Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
§         Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri



§         Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan

§         Berikan makan TKTP

§         Timbang BB sesuai indikasi

§         Anjurkan makan sedikit tapi sering


§         Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres

§         Memberi makanan yang bervariasi

§         Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik


§         Ciptakan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien

§         Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.
§         Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya.
§         Ciptakan suasana lingklungan yang aman, nyaman dan tenang
§         Anjurkan keluarga untuk terus mendampingi dan memberi motivasi pada pasien
§         Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
§         Mengetahui efek dari nyeri
§         Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
§         Mengurangi nyeri
§         Menghindari stimulus eksternal
§         Memberikan dukugan emosional dapat mengurangi nyeri
§         Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).


§         Memberikan informasi tentang nutrisi dapat meningkatkan keinginan untuk makan
§         Mengatasi kekurangan energi protein
§         Mengawasi keefektifan secara diet

§         Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
§         Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
§         Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
§         Obat antiemetik menurunkan reaksi mual muntah


§         Hubungan terapeutik membantu pasien mengungkapkan perasaan cemasnya
§         Pengungkapan perasaan akan mengurangi cemasnya
§         Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi kecemasan akibat kurang informasi
§         Lingkungan yang nyaman mengurangi kecemasan
§         Peran keluarga sangat mendukung secara psikologis untuk mengurangi kecemasan

Kanker Colon

http://yandrifauzan.blogspot.com/

Kanker Colon
A. Defenisi                                                                                                                               Kanker usus besar (kolon) dan rektum (kanker kolorektal) adalah jenis kanker no 2 yang paling sering terjadi dan kanker penyebab kematian no 2. Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya pada umur 60-75 tahun. Kanker usus besar (kanker kolon) lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5 % penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan. Gejala kanker kolon adalah perubahan pada buang air besar, terdapat darah pada buang air besar, nyeri perut, penurunan berat badan dan disertai rasa badan lemah.

B. Etiologi
           Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi :
- Kebiasaan makan, banyak makan karbihidrat dan rendah serat, konsumsi makanan ini mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik.
- Minuman beralkohol
- Obesitas



C. Manifestasi Klinis
          Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
- Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak ( suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
- Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.

D. Kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
    1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
    2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
    3. tanpa keterlibatan nodus limfe.
    4. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
    5. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas                                                       
E.   Pemeriksaan Diagostik                                                                                                                                                                      -     Fecal occult blood test (FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan pendarahan dan        FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja.
FOBT ini adalah tes untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja.
-     Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong. Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan adanya polyp, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya.
-     Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih panjang,sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope.
-      Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar rontgen (sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto. Seluruh lapisan dinding dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan.
-      Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.
F. Penatalaksanaan Medis
           
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative.                                                      Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik   dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
  - Reseksi segmental dengan anastomosis
  - Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
  - Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
  - Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER KOLOREKTAL
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
- Perasaan lelah
- Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi )
- Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
- Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
- Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
- Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
- Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat penurunan BB. Pengkajian objekif meliputi :
  - Auskultasi abdomen terhadap bising usus
  - Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
  - Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah sebagai berikut :
   1.Konstipasi b/d lesi obstruksi
   2.Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
   3.Keletihan b/d anemia dan anoreksia
   4.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
   5.Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
   6.Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
   7.Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah   pulang
   8.Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
  9.Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.

Perencanaan & Implementasi
Tujuan
         Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi / penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi

  - Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
  - Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
  - Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk mejalani pembedahan.                                                                                                      2.Menghilangkan Nyeri
  - Analgesic diberikan sesuai resep
  - Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
  - Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.
3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas
  - Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
  - Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam                 upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
 - Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
   Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.Memberikan Tindakan Nutrisional
   - Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu      diberikan pada pra op selama bEberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
  - Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
  - Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat    menerima nutrisi parenteral.
5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
  - Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan
  - Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
  - Berikan antiemetik sesuai indikasi
  - Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan mencegah distensi abdomen
  - Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
  - Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
  - Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
  - Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.Menurunkan Ansietas
   - Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
   - Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan    menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
   - Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan oleh pasien.
   - Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
   - Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
 
- Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan perilaku empati.
7.Mencegah Infeksi
   - Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan pembedahan usus.   Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
  - Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.Pendidikan Pasien Pra Operatif
   - Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
   - Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.
Intervensi Keperawatan Pasca Operatif
1.Perawatan Luka
    - Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka   akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
   - Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
   - Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
   - Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
   - Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
   - Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
  2.Citra Tubuh Positif
    - Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang           pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
  - Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
  - Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.


BLIGHTED OVUM (KEHAMILAN KOSONG)

http://yandrifauzan.blogspot.com/

BLIGHTED OVUM (KEHAMILAN KOSONG)
1.      Definisi
Blighted Ovum (BO) adalah kehamilan tanpa janin (anembryonic pregancy), jadi cuma ada kantong gestasi (kantong kehamilan) dan air ketuban saja.
2.      Etiologi
Ø      Kelainan kromosom pada saat proses pembuahan sel telur dan sel sperma (kualitas sel telur yang tidak bagus.)
Ø      Infeksi dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes dapat ikut menyebabkan terjadinya blighted ovum
Ø      Faktor usia
Semakain tinggi usia suami atau istri, semakin tinggi pula peluang terjadinya blighted ovum.
3.      Patogenesis
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi  bertemu sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas  telur/sperma yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya.
4.      Manifestasi Klinis
Ø Pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada tanda-tanda kelainan
Ø Kantung kehamilan terlihat jalas, tes kehamilan urin positif
Ø Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 6-7 minggu.


5.      Pencegahan
Ø Menghindari masuknya virus rubella ke dalam tubuh. Selain imunisasi, ibu hamil pun harus selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggalnya.
Ø Sembuhkan dahulu penyakit yang diderita oleh calon ibu. Setelah itu pastikan bahwa calon ibu benar-benar sehat saat akan merencanakan kehamilan.
Ø Melakukan pemeriksaan kromosom
Ø Tak hanya pada calon ibu, calon ayah pun disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok dan memulai hidup sehat saat prakonsepsi.
Ø Periksakan kehamilan secara rutin. Sebab biasanya kehamilan kosong jarang terdekteksi saat usia kandungan masih di bawah delapan  bulan.
6.      Pemeriksaan Penunjang
Ø Tes kehamilan: Positif
Ø Pemeriksaan DJJ
Ø Pemeriksaan USG abdominal atau transvaginal akan mengungkapkan ada tidaknya janin yang berkembang dalam rahim
7.      Asuhan Keperawatan
a.       Pengkajian
Ø Identitas klien meliputi : nama, uumr, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, status perkawinan
Ø Data umum kesehatan meliputi: tinggi badab, berat badan, masalah kesehatan khusus, obat-obatan.
Ø Perdarahan, haid terakhir dan pola siklus haid
b.      Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum, TTV, jika keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.

c.       Pemeriksaan genikologi
Ada tidaknya tanda akut abdomen jika memungkinkan, cari sumber perdarahan, apakan dari dinding vagina atau dari jaringan servik.
d.      Jika diperlukan ambil darah untuk pemeriksaan penunjang
e.       Pemeriksaan vaginal touche: bimanual tentukan besat dan letak uterus, tantukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan kedalam ostium dengan mudah atau tidak.
8.      Diagnosa Keperawatan
1.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
2.      Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3.      Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase

DAFTAR PUSTAKA
Doenges M. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.
Hanifa W. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Mochtar R. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC
Bobak. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC