http://yandrifauzan.blogspot.com/
http://www.scribd.com/doc/51288552
Selasa, 22 Maret 2011
Minggu, 20 Maret 2011
Ca. OVARIUM
http://yandrifauzan.blogspot.com/
LAPORAN PENDAHULUAN Ca. OVARIUM
DENGAN POST OPERASI
A. DEFENISI
Kanker Ovarium atau Kanker Indung Telur adalah
kanker tersering kedua dari seluruh tumor ganas ginekologi dan merupakan
penyebab kematian nomor satu dari seluruh kematian akibat kanker ginekologi.
Penderita umumnya di diagnosis terlambat, karena belum adanya metode deteksi
dini yang akurat untuk kanker ovarium ini, sehingga hanya 25 – 30% saja yang
terdiagnosis pada stadium awal.
Kanker ovarium
merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang beranekaragam, dapat berasal
dari ketiga dermoblast (ektodermal, entodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat
histologis maupun biologis yang beraneka ragam. Oleh karena itu histiogenesis maupun klasifikasinya masih sering menjadi
perdebatan. Kira-kira 60% terdapat pada usia perimenopausal, 30% dalam masa
reproduksi, dan 10% pada usia jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga
tidak pasti ganas (borderline malignancy
atau carcinoma of low malignant potential) dan yang jelas ganas (malignant).
Kanker ovarium adalah kista ovarium yang bersifat
ganas.
B. ETIOLOGI
Studi
epidemiologik menyatakan beberapa faktor resiko yang penting sebagai penyebab
kanker ovarium adalah wanita nullipara, melahirkan pertama kali pada usia
diatas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat ovarium,
kanker payudara atau kanker kolon. Sedangkan wanita dengan riwayat kehamilan
pertama terjadi pada usia dibawah 25 tahun, penggunaan pil kontrasepsi dan
menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak 30 – 60%. Faktor lingkungan
seperti penggunaan talk, konsumsi galaktose dan sterilisasi ternyata tidak
mempunyai dampak terhadap perkembangan penyakit ini.
C. PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk
beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus,
folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature.
Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5-2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi
pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan
membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi
normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular
dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk
karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang
berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg
menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi
infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau
terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari,
terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel
yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas
atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan
jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel
permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista
jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous.
Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini
adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel
primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari
3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
D. MANIFESTASI
KLINIS
Kanker ovarium sebagian besar berbentuk tumor
kistik ( kista ovarium ) dan sebagian kecil berbentuk tumor padat. Kebanyakan
wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulkan gejala dalam waktu yang lama.
Bila gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik pada stadium awal
dapat berupa gangguan haid. Jika tumor sudah menekan rektum atau kandung kemih
mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat juga terjadi peregangan
atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan atau nyeri pada
saat bersenggama. Pada stadium lanjut gejala yang terjadi berhubungan dengan
adanya asites ( penimbunan cairan dalam rongga perut ) penyebaran ke omentum (
lemak perut ) dan organ-organ didalam rongga perut lainnya seperti usus-usus
dan hati seperti perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, gangguan
buang air besar dan buang air kecil. Penumpukan cairan bisa juga terjadi pada
rongga dada akibat penyebaran penyakit ke rongga dada yang mengakibatkan
penderita sangat merasa sesak nafas.
E. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Sebagian besar
dari kanker ovarium bermula dari suatu kista, maka apabila pada seorang wanita
ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium) kewaspadaan
terhadap kista yang bersifat ganas dilakukan pada keadaan :
1.Kista cepat membesar
2.Kista pada usia remaja atau pasca menopause
3.Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4.Kista dengan bagian padat
5.Tumor pada ovarium
Bila ditemukan sifat kista seperti tersebut
diatas, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memperkuat dugaan kearah
kanker ovarium seperti tindakan USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
dan bahkan mungkin diperlukan pemeriksaan CT-Scan / MRI. Pemeriksaan
laboratorium yang bisa dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah pemeriksaan
tumor marker seperti Ca-125 dan Ca 72-4, beta – HCG dan alfafetoprotein. Semua
pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi
hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi. Prosedur operasi pada
pasien yang tersangka kanker ovarium sangat berbeda dengan kista ovarium biasa.
Hal terpenting pada operasi pasien yang tersangka kanker ovarium adalah
semaksimal mungkin berusaha agar kista tersebut keluar secara utuh, kemudian
dilakukan pemeriksaan ke laboratorium Patologi Anatomik (pemeriksaan potong
beku). Apabila hasil
pemeriksaan potong beku bukan suatu kanker, maka operasi selesai. Sebaliknya
bila hasil pemeriksaan potong beku adalah kanker ovarium maka operasi
dilanjutkan dengan mengangkat rahim, ovarium sisi lain, usus buntu, omentum,
melakukan biopsi pada tempat yang
dicurigai adanya penjalaran kanker di rongga perut dan melakukan pengambilan
kelenjar getah bening di panggul. Tindakan yang komplek ini disebut sebagai
”Staging lapstotomy” yang bertujuan untuk menentukan stadium penyakit sehingga
dapat ditentukan rencana pengobatan selanjutnya setelah operasi. Pada pasien
yang belum mempunyai keturunan atau masih menginginkan keturunan masih bisa
dipertimbangkan untuk tidak mengangkat rahim dan ovarium sisi lain. Perlu juga
diketahui bahwa akurasi dari hasil pemeriksaan potong beku tersebut hanya
berkisar anatar 90-95%, sehingga diagnosis dari kanker ovarium baru diketahui
setelah pemeriksaan Patologi Anatomik yang definitif. Hal ini menyebabkan pada
beberapa pasien dengan hasil potong beku menyatakan bukan kanker ovarium,
terpaksa dilakukan operasi ” Staging
laparotomy ”
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan
ovarium tergantung dari stadiumnya dan stadium kanker ovarium baru bisa
ditentukan setelah dilakukan operasi ( ”Staging Laparotomy” ). Sebagian besar
kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium
stadium awal saja ( stadium 1-A dan I-B
dengan derajat diferensiasi sel yang baik/ sedang ) yang tidak memerlukan lebih
dari satu jenis kemoterapi (kombinasi) untuk mendapatkan hasil pengobatan yang
baik. Kemoterapi umumnya diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 – 4 minggu
sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efek samping kemoterapi secara
berkala terhdap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran
cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
G. PENATALAKSANAAN
POST OPERASI
a.
Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.
1. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh
rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali,
bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara
serupa 10 mg morfin.
a.
Wanita dengan ukuran
tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50mg.
b.
Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah
100 mg Meperidin.
c.
Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya
diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
2. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda
vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine
serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
3. Terapi cairan dan Diet
Untuk
pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama
pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output
urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling
lambat pada hari kedua.
4. Vesika Urinarius dan Usus
Kateter
dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah
operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah
pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif
kembali pada hari ketiga.
5. Ambulasi
Pada
hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun
dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat
berjalan dengan pertolongan.
6. Perawatan Luka
Luka
insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan
tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat
diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum,
pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7. Laboratorium
Secara
rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus
segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau
keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8. Perawatan Payudara
Pemberian
ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui,
pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak
menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
9. Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang
pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari
rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu
seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang
lain (Cunningham, 1995).
H. ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
- Data pasien :Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang : Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
- Riwayat penyakit sebelumnya :Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang menderita kanker.
- Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
- Riwayat kebidanan: paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang
- Pemeriksaan penunjang: Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.
2. Diagnosa
keperawatan
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d luka post operasi
- Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia, mual muntah
- Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian, ancaman atau perubahan pada status kesehatan / sosioekonomi, fungsi peran, pola interaksi, kuranganya informasi mengenai penyakitnya dan prosedur pemeriksaan
- Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan.
e. Kurang
pengetahuan : mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurangnya informasi
3. Intervensi
keperawatan
No.
|
Dx.
Kep
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
2
3
|
Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d luka post operasi
Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d anorexia, mual muntah
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman
kematian, ancaman atau perubahan pada status kesehatan / sosioekonomi, fungsi
peran, pola interaksi, kuranganya informasi mengenai penyakitnya dan prosedur
pemeriksaan
|
Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu
cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
Kriteria hasil
:
§
Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
§
Intensitas
nyeri berkurangnya
§
Ekpresi
muka dan tubuh rileks
Setelah
dilakukan tindakan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
Kriteria hasil
:
§
Tidak
terjadi penurunan berat badan
§
Porsi
makan yang disediakan habis.
§
Keluhan mual dan muntah kurang
Setelah
dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri
yang timbul akibat kanker yang dialami dan cemas berkurang
Kriteria hasil :
§
Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
§
Intensitas nyeri berkurangnya
§
Ekpresi
muka dan tubuh rileks
|
§
Kaji
derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri
§
Observasi
TTV
§
Ajarkan
teknik relasasi dan distraksi
§
Berikan posisi yang nyaman
§
Ciptakan lingkungan yang nyaman
§
Anjurkan
keluarga untuk mendampingi klien
§
Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri
§
Jelaskan
tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
§
Berikan
makan TKTP
§
Timbang
BB sesuai indikasi
§
Anjurkan
makan sedikit tapi sering
§
Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres
§
Memberi makanan yang bervariasi
§
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik
§
Ciptakan
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
§
Berikan
kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.
§
Dorong
diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara
mengentrol dirinya.
§
Ciptakan
suasana lingklungan yang aman, nyaman dan tenang
§
Anjurkan
keluarga untuk terus mendampingi dan memberi motivasi pada pasien
|
§
Untuk
mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini
untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
§
Mengetahui efek dari nyeri
§
Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2
secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi
rasa nyeri.
§
Mengurangi nyeri
§
Menghindari stimulus eksternal
§
Memberikan
dukugan emosional dapat mengurangi nyeri
§
Sebagai
profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui
gejala pasti).
§
Memberikan informasi tentang nutrisi dapat
meningkatkan keinginan untuk makan
§
Mengatasi kekurangan energi protein
§
Mengawasi keefektifan secara diet
§
Tidak
memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
§
Melibatkan
pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong
untuk makan.
§
Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan
nafsu makan klien.
§
Obat
antiemetik menurunkan reaksi mual muntah
§
Hubungan terapeutik membantu pasien
mengungkapkan perasaan cemasnya
§
Pengungkapan perasaan akan mengurangi cemasnya
§
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi
kecemasan akibat kurang informasi
§
Lingkungan
yang nyaman mengurangi kecemasan
§
Peran
keluarga sangat mendukung secara psikologis untuk mengurangi kecemasan
|
Kanker Colon
http://yandrifauzan.blogspot.com/
Kanker Colon
A.
Defenisi Kanker usus
besar (kolon) dan rektum (kanker kolorektal) adalah
jenis kanker no 2 yang paling sering terjadi dan kanker penyebab kematian no 2.
Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya
pada umur 60-75 tahun. Kanker usus besar (kanker kolon) lebih sering terjadi
pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5 %
penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker
kolorektum pada saat yang bersamaan. Gejala kanker kolon adalah perubahan pada buang air
besar, terdapat darah pada buang air besar, nyeri perut, penurunan berat badan
dan disertai rasa badan lemah.
B.
Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi :
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi :
- Kebiasaan makan, banyak makan
karbihidrat dan rendah serat, konsumsi makanan ini mengakibatkan perubahan pada
flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan
protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik.
- Minuman beralkohol
- Obesitas
C. Manifestasi
Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
- Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak ( suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
- Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
- Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak ( suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
- Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
D. Kanker
kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
3. tanpa keterlibatan nodus limfe.
4. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
5. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
E. Pemeriksaan Diagostik - Fecal occult blood test (FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah tes untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja.
1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
3. tanpa keterlibatan nodus limfe.
4. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
5. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
E. Pemeriksaan Diagostik - Fecal occult blood test (FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah tes untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja.
- Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat
berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada
cahaya dan bisa diteropong. Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan
pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui lubang
dubur kedalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan
kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan adanya polyp, dapat sekalian
diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian
diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya dan
jenis keganasannya.
- Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun
menggunakan kabel yang lebih panjang,sehingga seluruh rektum dan usus besar
dapat diteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope.
- Double-contrast
barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar rontgen
(sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan
barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto. Seluruh
lapisan dinding dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan.
- Colok dubur, adalah
pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter, yaitu
dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam
dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin
dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan
pemeriksaan ini.
F. Penatalaksanaan
Medis
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson,
1993 ) :
- Reseksi segmental dengan anastomosis
- Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
- Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
- Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis
- Reseksi segmental dengan anastomosis
- Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
- Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
- Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis
ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN KANKER KOLOREKTAL
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
- Perasaan lelah
- Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi )
- Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
- Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
- Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
- Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
- Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat penurunan BB. Pengkajian objekif meliputi :
- Auskultasi abdomen terhadap bising usus
- Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
- Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
- Perasaan lelah
- Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi )
- Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
- Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
- Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
- Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
- Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat penurunan BB. Pengkajian objekif meliputi :
- Auskultasi abdomen terhadap bising usus
- Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
- Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah sebagai berikut :
1.Konstipasi b/d lesi obstruksi
2.Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
3.Keletihan b/d anemia dan anoreksia
4.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
5.Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
6.Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
7.Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah pulang
8.Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
9.Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah sebagai berikut :
1.Konstipasi b/d lesi obstruksi
2.Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
3.Keletihan b/d anemia dan anoreksia
4.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
5.Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
6.Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
7.Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah pulang
8.Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
9.Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.
Perencanaan & Implementasi
Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi / penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi / penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi
Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi
- Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
- Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
- Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk mejalani pembedahan. 2.Menghilangkan Nyeri
- Analgesic diberikan sesuai resep
- Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
- Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.
3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas
- Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
- Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
- Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.Memberikan Tindakan Nutrisional
- Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu diberikan pada pra op selama bEberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
- Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
- Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat menerima nutrisi parenteral.
5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
- Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan
- Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
- Berikan antiemetik sesuai indikasi
- Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan mencegah distensi abdomen
- Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
- Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
- Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
- Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.Menurunkan Ansietas
- Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
- Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
- Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan oleh pasien.
- Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
- Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
- Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan perilaku empati.
7.Mencegah Infeksi
- Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
- Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.Pendidikan Pasien Pra Operatif
- Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
- Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.
1.Mempertahankan eliminasi
- Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
- Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
- Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk mejalani pembedahan. 2.Menghilangkan Nyeri
- Analgesic diberikan sesuai resep
- Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
- Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.
3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas
- Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
- Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
- Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.Memberikan Tindakan Nutrisional
- Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu diberikan pada pra op selama bEberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
- Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
- Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat menerima nutrisi parenteral.
5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
- Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan
- Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
- Berikan antiemetik sesuai indikasi
- Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan mencegah distensi abdomen
- Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
- Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
- Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
- Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.Menurunkan Ansietas
- Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
- Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
- Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan oleh pasien.
- Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
- Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
- Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan perilaku empati.
7.Mencegah Infeksi
- Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
- Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.Pendidikan Pasien Pra Operatif
- Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
- Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.
Intervensi
Keperawatan Pasca Operatif
1.Perawatan Luka
- Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
- Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
- Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
- Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
- Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
- Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
- Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
- Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
- Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.
1.Perawatan Luka
- Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
- Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
- Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
- Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
- Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
- Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
- Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
- Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
- Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.
BLIGHTED OVUM (KEHAMILAN KOSONG)
http://yandrifauzan.blogspot.com/
BLIGHTED
OVUM (KEHAMILAN KOSONG)
1.
Definisi
Blighted Ovum (BO) adalah kehamilan tanpa janin (anembryonic
pregancy), jadi cuma ada kantong gestasi (kantong kehamilan) dan air
ketuban saja.
2.
Etiologi
Ø
Kelainan
kromosom pada saat proses pembuahan sel telur dan sel sperma (kualitas sel telur yang tidak
bagus.)
Ø
Infeksi
dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes dapat ikut menyebabkan
terjadinya blighted ovum
Ø
Faktor
usia
Semakain tinggi usia suami atau istri, semakin tinggi
pula peluang terjadinya blighted ovum.
3.
Patogenesis
Pada saat
pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun dengan berbagai
penyebab (diantaranya kualitas
telur/sperma yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin
tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam
rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal
pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil
konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut
akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang
lazim dialami ibu hamil pada umumnya.
4.
Manifestasi Klinis
Ø Pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada
tanda-tanda kelainan
Ø Kantung kehamilan terlihat jalas, tes kehamilan urin
positif
Ø Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia
kehamilan memasuki 6-7 minggu.
5.
Pencegahan
Ø Menghindari
masuknya virus rubella ke dalam tubuh. Selain imunisasi, ibu hamil pun harus
selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggalnya.
Ø Sembuhkan dahulu
penyakit yang diderita oleh calon ibu. Setelah itu pastikan bahwa calon ibu
benar-benar sehat saat akan merencanakan kehamilan.
Ø Melakukan pemeriksaan kromosom
Ø Tak hanya pada calon ibu, calon ayah
pun disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok dan memulai hidup sehat
saat prakonsepsi.
Ø Periksakan kehamilan secara rutin.
Sebab biasanya kehamilan kosong jarang terdekteksi saat usia kandungan masih di
bawah delapan bulan.
6.
Pemeriksaan
Penunjang
Ø Tes kehamilan:
Positif
Ø Pemeriksaan DJJ
Ø Pemeriksaan USG
abdominal atau transvaginal akan mengungkapkan ada tidaknya janin yang
berkembang dalam rahim
7.
Asuhan
Keperawatan
a.
Pengkajian
Ø Identitas klien
meliputi : nama, uumr, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, status perkawinan
Ø Data umum
kesehatan meliputi: tinggi badab, berat badan, masalah kesehatan khusus,
obat-obatan.
Ø Perdarahan,
haid terakhir dan pola siklus haid
b.
Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum, TTV, jika keadaan umum buruk lakukan
resusitasi dan stabilisasi segera.
c.
Pemeriksaan genikologi
Ada tidaknya
tanda akut abdomen jika memungkinkan, cari sumber perdarahan, apakan dari
dinding vagina atau dari jaringan servik.
d.
Jika diperlukan ambil darah untuk pemeriksaan penunjang
e.
Pemeriksaan vaginal touche: bimanual tentukan besat dan
letak uterus, tantukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan kedalam
ostium dengan mudah atau tidak.
8.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelemahan
2.
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3.
Risiko
terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M. E. (2001). Rencana Perawatan
Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.
Hanifa W.
(2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Mochtar R.
(1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC
Bobak. (2005).
Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC
Langganan:
Postingan (Atom)